Senin, 21 Februari 2011

Konsultasi Nasional Kebijakan Pertanian dan Rapat Pimpinan Dewan Tani Nasional API

Rumah tangga petani di Indonesia merupakan struktur penduduk terbesar di Indonesia dan kondisi kekinian mengalami proses kerentanan dan tekanan yang disebabkan oleh berbagai kebijakan yang tidak memihak pada mereka. Kerentanan dan tekanan yang dimaksud disini adalah sesuatu yang diluar control kehidupan mereka seperti tekanan demografi (ledakan jumlah penduduk), tekanan social budaya (komersialisasi pedesaan imbas dari merembesnya produk-produk impor yang sudah memasuki pedesaan dan pergeseran nilai dan perilaku akibat digesernya sistem social dengan sistem ekonomi pada pola bagi hasil pertanian), tekanan ekonomi dan politik (kebijakan mikro dan makro pertanian).
Konsultasi Nasional Kebijakan Pertanian dan Rapat Pimpinan Dewan Tani Nasional API merupakan tindakan strategis organisasi petani yang memiliki tujuan dan sasaran sebagai media menyuarakan sumber utama masalah dan dampak masalahnya bagi rumah tangga petani di pedesaan kepada actor-aktor kunci pengambil kebijakan pertanian, berbagi pengalaman antar sesama organisasi petani dalam hal pengembangan kapasitas, berbagi pengalaman dengan actor-aktor swasta dalam mata rantai berbagai komoditas pertanian dan menetapkan struktur dan program API pada tahun 2011.

Konsultasi Nasional Kebijakan Pertanian dan Rapat Pimpinan Dewan Tani Nasional API diselenggarakan pada tanggal 14 – 16 Desember 2010 di Gedung Panti Trisula Perwari, Jakarta Pusat. Tema Kegiatannya “ Pangan dan Tanah Untuk Kesejahteraan Petani”. Kegiatan dihadiri oleh 35 Organisasi Petani anggota API dari wilayah Sumatera, Jawa, Sulawesi dan NTT.

Konsultasi Nasional Kebijakan Pertanian untuk isu pangan dan beras dihadiri oleh Staf Kementerian Koordinator Perekonomian, Deputy Bidang Koordinasi Pertanian dan Kelautan, Bapak Ir. Lodewijk Bistok; dari Kementerian Perdagangan, Bapak Tirta Karma Senjaya, dari Kementerian Pertanian, Bapak Abdurahman, Sekretaris Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP), dari Perum BULOG, Bapak Suherman. Untuk Isu Agraria hadir dari Komnas HAM, Bapak Ridha Saleh.

Kegiatan Wisata Agraria ( Kunjungan Lapang ) ke Food Station Pasar Induk Beras di Cipinang untuk memahami mekanisme sistem pemasaran ( tata niaga ) beras dari pihak Pasar Induk Beras di Cipinang dan berapa serapan beras yang dapat ditampung serta mengetahui berbagai varietas dan kualitas beras yang ada di pasar induk beras. Pada acara wawancara dengan para pedagang beras, para petani dari berbagai daerah menyadari pentingnya menjaga mutu dan akses terhadap keberadaan para pedagang beras yang memiliki networking yang kuat diberbagai daerah sentra beras.

Kunjungan lapang lainnya adalah berkomunikasi dan berbagi pengalaman dengan Asosiasi Pedagang yang tergabung dalam Koperasi di Pasar Induk Kramat Jati untuk komoditi pertanian hortikultur (sayur dan buah).

Rapat Pimpinan Dewan Tani Nasional API menetapkan struktur dan program API di tahun 2011 yang terbagi dalam matra kemitraan strategis API dengan VECO- Indonesia untuk Program Advokasi Kebijakan Pangan dan Beras (HPP) dengan penjelasan struktur pengelolaan program dan sumber dana yang diterima oleh Sekna API dari VECO Indonesia, kemitraan strategis API dengan Horticulture Partnership Support Program (HPSP) – Indonesian Netherland Association (INA) Program Penguatan Kapasitas Organisasi Petani dan Akses Terhadap Permodalan (Guarante Fund) tahun 2011 -2012, Kemitraan API dengan Agriterra dari Belanda untuk Program Profiling Organisasi Petani untuk Penguatan Kapasitas dan Akses Pasar Petani tahun 2011.

Hasil penting dari kegiatan tersebut :
A. Konsultasi Nasional Kebijakan Pertanian,
1. Pemerintah melalui pertemuan rutin interdep mengakomodasi kepentingan petani terkait kebijakan harga beras (HPP) dan kebijakan non harga seperti bantuan alsintan (alat mesin pertanian)
2. Organisasi Petani dapat berkomunikasi langsung dengan pihak Perum Bulog didaerah dalam hal akses pasar beras
3. Organisasi petani mengetahui skim bantuan dan subsidi dari pemerintah terkait kebijakan HPP beras
4. Organisasi petani dalam proses penyelesaian konflik agrarian mengedapankan strategi advokasi seperti lobi dan mediasi dengan pihak Kepolisian, Pemerintah untuk menekan angka korban kekerasan yang disebabkan konflik tersebut.
5. Organisasi petani merekomendasikan kepada Seknas API untuk mengupayakan adanya perubahan kebijakan ditingkat nasional dengan membangun kekuatan bersama dengan organisasi nasional di Jakarta seperti NGO, mahasiswa, partai politik dan Pers

B. Kunjungan Lapang Ke Pasar Induk Beras Cipinang dan Kramat Jati
1. Petani dapat memperkirakan kapasitas produksi untuk dapat memasarkan hasil-hasil usaha taninya
2. Petani dapat mengetahui langsung model transaksi penjualan model pasar induk cipinang dan kramat jati
3. Petani untuk dapat mengembangkan akses pasar harus mempersiapkan mekanisme sistem pemasaran di organisasi petani melalui lembaga ekonomi (koperasi) dikarenakan tuntutan pemasaran yang ada mengharuskan ada wadah kelembagaan ekonomi.

C. Rapat Pimpinan Dewan Tani Nasional API
1. Menetapkan Struktur dan Program API tahun 2011 dengan pihak VECO Indonesia, HPSP – INA dan Agriterra
2. Menetapkan anggota baru yaitu :
a. SIKAP ( Asosiasi Komoditas Kakao Mangapenda), Kab. Ende – NTT
b. Asosiasi Petani Padi Lembor (APPEL), Kab. Manggarai Barat –NTT
c. Asosiasi Tani Organik Mbay (ATOM), Kab. Nagakeo – NTT
d. Cinta Alam Pertanian 9 (organisasi perempuan), Kab Flores Timur, NTT
e. Komunitas Pemberdayaan Masyarakat Adonara –Solor (Kembara), Flores Timur, NTT
f. Arabika Toraja Organik (ATO), Kab. Toraja Utara
g. Asosiasi Petani Padi Organik (APPO), Kab. Tana Toraja
h. Asosiasi Perlindungan Hukum Masyarakat Adat (APMH), Kab. Tana Toraja dan Toraja Utara
i. Paguyuban Petani Salak, Kab. Banjarnegara
3. Menetapkan Pedoman Penyelenggaraan Tertib Administrasi (PPTA) bagi organisasi disemua tingkatan organisasi dari tingkat desa sampai nasional
4. Menetapkan Pedoman Struktur Gaji Pengurus Seknas API

Baca selengkapnya......

Selasa, 11 Mei 2010

Panen Mundur Tenaga Kerja Pertanian Alih Profesi

Ketidak pastian panen musim ini, memungkinkan petani (buruh tani) akan melirik dan beralih ke sektor lain. Fenomena ini sangat wajar mengingat pemenuhan kebutuhan yang tidak bisa ditunda. Dorongan ini wajar terjadi, karena awalnya mereka mengharap mendapat penghasilan dari hasil panen, namun kenyataan yang sangat ditunggu - tunggu tidak segera muncul. Serangan hama wereng menjadi salah satu penyebab mundur bahkan gagalnya panen.
--------------------------
Surabaya - Tenaga kerja di sektor pertanian di Jawa Timur beralih profesi di beragam sektor pekerjaan yang menjanjikan penghasilan lebih seiring mundurnya masa panen raya akibat terjadinya pergeseran cuaca.

"Estimasi perpindahan tenaga kerja sektor pertanian beralih ke sektor usaha konstruksi dan perdagangan di berbagai wilayah di Jatim," kata Kepala Badan Pusat Statistik Jatim, Irlan Indrocahyo, di Surabaya, Senin.

Menurut dia, pergeseran cuaca secara nasional mengakibatkan masa panen raya menjadi triwulan II tahun 2010 dari jadwal sebelumnya triwulan I/2010.

"Mungkin mereka mengira sektor pertanian sudah tidak menjanjikan lagi, sehingga melirik sektor usaha lain yang lebih menjanjikan," ujarnya.

Mengenai jumlah pekerja di sektor pertanian, jelas dia, antara Februari 2009-Februari 2010 terjadi penurunan sebanyak 260 ribu orang dan jumlah pekerja di sektor lain mengalami kenaikan.

"Peningkatan jumlah tenaga kerja terbesar di sektor jasa sebanyak 452 ribu orang. Besaran itu menyumbang 20,22 persen terhadap total penyerapan tenaga kerja di Jatim," katanya.

Di sisi lain, tambah dia, dilihat dari segi lapangan usaha terhadap sumbangan pertumbuhan ekonomi Jatim, sektor pertanian hanya tumbuh 0,99 persen. Minimnya angka tersebut dipicu terjadinya pergeseran panen raya padi dari target awal pada triwulan I/2010.

"Di lain pihak, sektor itu mampu memberikan kontribusi pertumbuhan provinsi ini sebesar 0,20 persen," katanya.

Mengenai mundurnya masa panen raya di Jatim, Kepala Bidang Produksi Dinas Pertanian Jatim, Akhmad Nurfalakhi, membenarkan, jadwal panen tahun ini mundur dari perkiraan awal.

"Kami menargetkan panen raya terjadi antara Maret 2010 sampai Mei 2010, sedangkan tahun lalu masa panen raya tidak mengalami kemunduran jadwal seperti sekarang atau terjadi antara Februari-April 2009," katanya.

Ia mengatakan, mundurnya jadwal panen juga dipengaruhi pergeseran cuaca yang mengakibatkan hujan turun terus-menerus. Bahkan, pihaknya memproyeksi luas area panen padi di provinsi ini selama Mei 2010 turun menjadi 73.027 hektare dibandingkan estimasi April 2010.

"Selama Bulan April lalu juga turun hujan terus menerus, namun luas area panen padi diproyeksi bisa mencapai sekitar 167.267 hektare," katanya.

Antara Jawa Timur, 10 mei 2010

Baca selengkapnya......

Jumat, 23 April 2010

Wereng Serang Padi


"WERENG". Sebuah nama yang tidak asing bagi petani dan sebuah nama yang sangat dimusuhi oleh petani. Salah satu Organisme pengganggu tanaman ini sangat merugikan petani, karena hama ini bisa meludeskan tanaman padi milik petani. Akibatnya panen gagal dan tanaman padi yang sangat diharapkan petani pun tidak bisa didapat. Nampaknya hama wereng tidak hanya menyerang petani secara harfiah saja, namun wereng - wereng yang berbentuk lain juga menyerang petani.
----------------------------------------------
Subang, Kompas - Sedikitnya 6.265 hektar tanaman padi di 102 desa di Kabupaten Subang, Jawa Barat, diserang hama wereng batang coklat tiga bulan terakhir. Sebanyak 395 hektar di antaranya gagal panen dan dimusnahkan untuk memutus siklus serangan.

Serangan wereng terparah terjadi di kecamatan-kecamatan seperti Pabuaran seluas 1.719 hektar (ha), Patokbeusi (1.577 ha), Ciasem (850 ha), dan Blanakan (663 ha). Dari 395 ha yang gagal panen (puso), 270 ha di antaranya di Patokbeusi, 120 ha di Ciasem, dan 5 ha di Pabuaran. Petani diperkirakan merugi hingga Rp 3 juta per ha.

Satim (60), pemilik 1 ha sawah di Desa Ciberes, Patokbeusi, Rabu (21/4), menyebutkan, wereng menyerang sejak padi berumur 40 hari. Saat usia padi 60 hari, pekan lalu, tanaman telah rusak. Daun dan batang tampak coklat kemerahan dan mengering.

Padahal, Satim telah mengeluarkan modal, antara lain Rp 1,5 juta untuk pengolahan lahan, penanaman, dan pemupukan. Dia juga membayar lebih dari Rp 1,3 juta untuk membeli pestisida dan ongkos kuli serta Rp 200.000 untuk persemaian benih. Tanaman padi milik Satim sudah tidak dapat diselamatkan dan harus dimusnahkan.

Sarma (40), petani lain di Ciberes, menambahkan, ongkos pestisida melonjak lebih dari dua kali lipat. Hingga usia padi 60 hari, penyemprotan dilakukan 13 kali. Padahal, pada musim sebelumnya dilakukan 5-8 kali hingga padi panen (100 hari).

”Modal telah banyak keluar, sementara padi harus dimusnahkan karena hama sulit dibasmi. Selain rugi, petani masih terbebani harga eceran pupuk yang naik dua pekan ini,” ujar Sarma.

Ayub (35), petani di Desa Gempolsari, Patokbeusi, menambahkan, serangan wereng yang menyerang sawahnya musim ini merupakan yang terparah dalam dua tahun terakhir. ”Wereng kadang menyerang, tetapi dapat dikendalikan dan tidak menyebabkan puso,” ujarnya.

Pemusnahan

Kepala Bidang Produksi dan Perlindungan Tanaman pada Dinas Pertanian Subang Ani Sofiani menyebutkan, tahun lalu wereng menyerang lahan kurang dari 1.000 ha dan tidak menyebabkan puso. Tahun ini serangan eksplosif dan menyebar dengan cepat, hingga mencapai 6.265 ha dari total luas lahan di Subang pada musim tanam rendeng (pertama) ini sekitar 88.000 ha.

Ani menambahkan, agar serangan terputus dan tidak menyebar lebih luas, tanaman yang terserang disemprot dan dimusnahkan. Proses pemusnahan dilakukan petani bersama instansi terkait sejak awal pekan lalu.

Selain Dinas Pertanian Subang, upaya itu melibatkan Dinas Pertanian Jawa Barat, Kementerian Pertanian, Balai Penelitian Padi Sukamandi, Balai Besar Peramalan Hama Jatisari, serta Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Barat.

Baskoro, praktisi dari Balai Besar Peramalan Hama Jatisari, menambahkan, dampak perubahan iklim global yang memengaruhi suhu, kelembaban, dan angin turut memengaruhi perkembangbiakan dan penyebaran wereng. Untuk mengendalikan dan menekan populasi wereng, salah satu cara yang dapat ditempuh adalah memutus sumber makanan atau inang, antara lain, dengan awal tanam secara serentak.

kompas, 22 april 2010

Baca selengkapnya......

Selasa, 13 April 2010

Forum Petani Jember Tolak Kenaikan Harga Pupuk

Nampaknya distribusi pupuk ditingkat petani tidak lepas dari pormasalahan. Mulai dari perencanaan sampai dengan distribusi selalu dibumbuhi dengan protes petani. Pemerintah seharusnya mempertimbangkan lebih mendalam terkait pupuk. Baik subsidi maupun distribusinya. Di pihak lain, petani sebagai pengguna pupuk, sudah saatnya untuk memikirkan bagaimana memanfaatkan pupuk organik sebagai pupuk utama, dan sudah mulai tidak tergantung dengan pupuk kimia.
==================================== 

TEMPO Interaktif, Jember - Ketua Forum Petani Jember, Jumantoro. Menurutnya, ratusan petani yang tergabung dalam Forum Petani Jember (FPJ) menolak rencana kebijakan pemerintah menaikan harga pupuk bulan ini. "Tetapi pemerintah rupanya tidak mau mendengar dan mau tahu nasib petani," katanya, Senin (12/4).

Jumantoro menilai, kebijakan pemerintah menaikan harga pupuk sangat tidak tepat dan justru bisa memicu masalah baru. "Petani akan lebih kelimpungan. Apalagi kebijakan itu hanya sepihak," katanya.

Imam Yahya, seorang petani Jember menambahkan, kebijakan pemerintah menaikkan harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubdisi itu justru diterapkan pada saat kebutuhan petani terhadap pupuk tinggi. "April merupakan awal masa pemupukan musim tanam pertama tahun ini," ujarnya.

Keluhan juga diungkapkan Muhyidin, petani lainnya. "Seperti tidak ada hasilnya (keuntungan). Kemarin gabah hasil panen laku di bawah HPP. Sekarang harga pupuk naik," katanya.

Sejak Jum'at pekan lalu, harga pupuk bersubsidi di Jember naik hingga 50 persen. Pupuk Urea yang biasanya Rp 1200 per kilogram melonjak menjadi Rp 1600 per kilogram. Jenis pupuk lainnya seperti Phonska, juga naik dari Rp 1750 menjadi Rp 2300 per kilogram.

Tempointeraktif, 12 april 2010

Baca selengkapnya......

Sabtu, 10 April 2010

Petani Bawang Merah Sesalkan Kenaikan Harga Pupuk

Kenaikan harga pupuk sangat memukul petani bawang merah di Brebes, Jawa Tengah. Kebijakan ini tentunya akan berpengaruh pada pasar bawang merah. Penggunaan pupuk organik nampaknya akan menjadi solusi yang lebih tepat dan mandiri bagi petani, sementara pemerintah terus menaikkan harga pupuk.

@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@

TEMPO Interaktif, Brebes - Petani bawang merah asal Kabupaten Brebes menyayangkan kebijakan pemerintah yang telah menaikkan harga pupuk hingga 30 persen dari harga sebelumya. Mereka mengakui harga pupuk ini akan berpengaruh ada pendapatan dari penjualan hasil panen.

“Biaya produksi mengolah lahan akan semakin tinggi, sedangkan penjualan hasil panen tak ada perlindungan dari pemerintah,” ujar Juwari, Sekretaris Asosiasi Petani Bawang Merah Indonesia, saat dimintai komentar terkait kenaikan harga pupuk, Jumat (9/4).

Ia khawatir kenaikan harga pupuk ini berpengaruh pada tingginya biaya produksi bawang merah. Menurut Juwari, berkurangnya pendapatan tersebut disebabkan mahalnya biaya perawatan, termasuk pembelian pupuk urea yang sangat dibutuhkan untuk mengolah lahan maupun merawat tanaman.

“Perawatan tanaman bawang itu lebih rumit dari tanaman lain, memerlukan biaya tinggi termasuk suplai pupuk yang tak sedikit,” ujar Juwari.

Ia berharap kenaikan harga pupuk ini harus diimbangi dengan keterlibatan pemerintah untuk melindungai penjualan bawang merah yang diproduksi petani. Langkah ini bisa dilakukan dengan cara penetapan harga yang diukur sesuai biaya produksi hasil pertanian .

“Kalau kebijakan kenaikan harga pupuk bisa dilakukan, kenapa penetapan harga tak bisa,” kata Juwari.

Kepala Pemasaran PT Kujang Wilayah Brebes dan Tegal, Dadeng Suherman, mengaku segera mensosialisasikan kenaikan harga pupuk kepada petani langsung. Langkah ini dilakukan agar tak terjadi gejolak antara petani dan pengecer. “Besok kami segera turun ke lapangan untuk sosialisasi,” katanya.

Ia menjamin kenaikan harga pupuk ini tak akan berengaruh pada kelangkaan di pasaran. Bahkan, menurut dia, saat ini persediaan pupuk di wilayah kerjanya melebihi kebutuhan. “Di Brebes mencapai 18 ribu ton, lebih tingi dari kebutuhan bulan ini yang hanya 3.500 ton,” ujar Dadeng.

Ia juga berjanji akan menindak sejumlah distributor pupuk yang dinilai mencari keuntungan dari kenaikan harga ini. Langkah ini dilakukan dengan cara membuka kotak aduan maupun mengontrol ke lapangan langsung. “Itu berlaku bagi pengecr resmi, kalau ketahuan nakal, distributornya yang kena juga,” katanya. EDI FAISOL

Tempointeraktif, 9 April 2010

Baca selengkapnya......